KAIDAH KE TUJUH
وكل محظور مع الضرورة بقدر ما تحتاجه الضرورة
Artinya setiap hal yang dilarang itu di bolehkan jika
dalam kondisi yang darurat, tetapi sesui dengan kadar yang dibolehkan saja
untuk menghilangkan darurat itu.
في هذا البيت شرط من شروط القاعدة السابقة، وهو أنه لا يتناول من المحظور إلا بالمقدار الذي تندفع به الضرورة، ودليل هذا قول الله - عز وجل - { فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ } (سورة البقرة آية : 173) اشترط عدم البغي، وعدم العدوان، والعدوان: الزيادة في مقدار الواجب، في المقدار، فمن زاد فإنه يلحقه الإثم، هذا دليل القاعدة .
Bait qoidah ini merupakan salah satu syarat dari qaidah
yang lalu ( ke enam bait kedua : لا مُحَرَّم مع اضطرا maknanya adalah
: tidak boleh mengambil hak yang diharamkan kecuali sesui kadar kebutuhan yang
bisa menghilangkan kondisi darurat / bahaya tersebut,(dan tidak boleh lebih
pent. ) sadapun dalilnya adalah firman
ALLAH SWT dalam QS albaqoroh:173)
{
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ } (سورة البقرة آية : 173)
Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
( al baqoroh : 173 )
Dalam ayat ini ada syarat : tidak ada keinginan terhadapnya , dan tidak
pula melampui batas, makan al udwan : terus menambah hinga melampui batas yang
di wajibkan, maka barang siapa yang melampui batas tersebut maka dia
mendapatkan dosa, dan inilah dalil dai qaidah ini.
وقوله: "غير باغ" استدل العلماء بهذا اللفظ، على أن الرُّخص لا تناط بالمعاصي، وأن من سافر سفر معصية، لم يجز له أن يترخص برخص السفر، من الفطر أو جمع الصلاتين أو القصر، وكذلك جميع الرخص، إلا إذا كان مضطرًا إليها.وهنا مسألة متعلقة بقواعد الضرورة، وهي: هل الضرورة تبطل حق الغير؟ إذا اضطررتُ إلى مال غيري وتناولته، هل يحق للغير أن يطالب بضمان هذا المال؟ أو لا يحق؟ هذا فيه تفصيل، نقول: ننظر هل الضرورة نشأت من حق الغير؟ فإن كانت الضرورة نشأت من حق الغير، فإنه حينئذ لا حق لذلك الغير. مثاله: إنسان هاج عليه جمل، فاضطر إلى قتله؛ دفاعا عن نفسه، هنا مضطر. هل يحق لصاحب الجمل أن يأتي إليه ويقول: أعطني قيمة الجمل؟ نقول: لا، لا يحق له؛ لماذا؟ لأن الاضطرار هنا ناشئ من ملك الغير، ناشئ من ذات المملوك، فحينئذ لا يجب الضمان.
Adapun firmanya : "غير باغ" para ulama mengambil dalil dari lafadh ini , bahwasannya keringanan berlaku jika ada maksiyat, misalnya; barang siapa yang bepergian jauh ( safar ) dalam rangka maksiyat, maka tidak boleh baginya mendapatkan keringanan sebagaimana keringanan dalam safar, seperti : tidak berpuasa, atau menjamak 2 sholat ataupun qosor (meringkas sholat 4 rakaat menajdi 2 ) , dan begitu juga keringana-keringana yang lainya, kecuali memang dalam keadaan dhoruroh dan terpaksa dan butuh akan kerinagan tersebut.
Ada masalah lain yang berhubungan
dengan kaidah darurat ini, yaitu : apakah kondisi darura membatalkan hak orang
lainnya? Atau jika kondisinya darurat dan harus mengambil ( menhilangkan )
harta orang lain , apakah yang punya hak boleh menuntuk untuk menganti harta
tersebut ? dalam maslah ini ada perinciannya.
2.apakah bahaya / kondisi
darurat itu di timbulkan oleh hak milik
orang lain atau bukan ? jika kondisi itu di timbulkan oleh hak milik orang lain
maka, yang punya hak ngak boleh menuntutnya untuk menganti rugi hak yang hilang
tersebut. Misalnya : seseorang tiba-tiba di serang onta ( sapi ) sampai
membahayakan dirinya, maka orang tersebut
melawannya hingga terbunuh
onta/sapi tersebut karena membela diri , disini ada kondisi darurat ( membela
diri ) ,maka apakah boleh sang pemilik onta/ sapi datang kepadanya dan mengatakan
: berikan ganti rugi seharga onta/ sapi tersebut ?, maka kami ( para ulama)
katakan : tidak ada hak bagi sang pemilik, kenapa, karena bahaya / kondisi
gawat tersebut di timbulkan karena kelalailan sang pemilik, dia lupa menjaga
hak miliknya, maka jika yang demikian ittu tidak ada garansi ( ganti rugi )
أما إذا كان الاضطرار ليس ناشئا عنه، مثال ذلك: مضطر جائع،
لم يجد إلا جملا مملوكا لغيره، فذبحه وأكله. فحينئذ الاضطرار ليس ناشئا عن ملك
الغير، ومن ثَم فإنه يضمن ذلك الملك. وعبروا عنه بقولهم: الاضطرار لا يبطل حق
الغير. مرادهم إذا لم يكن ناشئا عنه.
مثال آخر، يتضح به هذا التقسيم: إنسان في السفينة، ألقى بعض المتاع في البحر؛ لأنه مضطر إلى إلقائه. فهنا هل يجب الضمان؟ أو لا يجب؟ نقول: ننظر لماذا ألقى ذلك المتاع؟ فإن كان قد ألقاه لضرر ناشئ من المتاع، كأن يكون الرجل في جانب السفينة، فسقط عليه بعض المتاع، فخشي على نفسه الهلاك، فألقى بالمتاع في البحر. فهنا الاضطرار ناشئ من ملك الغير، فلا يجب عليه الضمان .
لكن لو كان الاضطرار ليس ناشئا من ذلك المتاع، بأن تكون السفينة حمولتها كثيرة، ويخشى عليها من الغرق، فقال القائمون على السفينة: لا بد من إلقاء بعض المتاع، فأخذ بعض المتاع فألقي، فحينئذ هل يُضمن؟ نقول: نعم يُضمن؛ لأن هذا الاضطرار ليس ناشئا من ذات المتاع، وإنما هو ناشئ من جميع مَن في السفينة. فحينئذ يقال لجميع من في السفينة: اضمنوا هذا المتاع، ويضرب عليهم قيمته أو مثله، بحسب أعدادهم .
مثال آخر، يتضح به هذا التقسيم: إنسان في السفينة، ألقى بعض المتاع في البحر؛ لأنه مضطر إلى إلقائه. فهنا هل يجب الضمان؟ أو لا يجب؟ نقول: ننظر لماذا ألقى ذلك المتاع؟ فإن كان قد ألقاه لضرر ناشئ من المتاع، كأن يكون الرجل في جانب السفينة، فسقط عليه بعض المتاع، فخشي على نفسه الهلاك، فألقى بالمتاع في البحر. فهنا الاضطرار ناشئ من ملك الغير، فلا يجب عليه الضمان .
لكن لو كان الاضطرار ليس ناشئا من ذلك المتاع، بأن تكون السفينة حمولتها كثيرة، ويخشى عليها من الغرق، فقال القائمون على السفينة: لا بد من إلقاء بعض المتاع، فأخذ بعض المتاع فألقي، فحينئذ هل يُضمن؟ نقول: نعم يُضمن؛ لأن هذا الاضطرار ليس ناشئا من ذات المتاع، وإنما هو ناشئ من جميع مَن في السفينة. فحينئذ يقال لجميع من في السفينة: اضمنوا هذا المتاع، ويضرب عليهم قيمته أو مثله، بحسب أعدادهم .
2.adapun jika kondisi darurat
( bahaya ) tersebut tidak ditimbulkan karena hak miliknya ( berhubungan dengan
) orang lain maka wajib mengantinya jika mengambil ( menhilangkan hak milik tersebut ) misalnya: seseorang sangat
kelaparan, dan dia tidak mendapati makanan apapun kecuali onta milik ( hak )
orang lain kemudian orang ini menyembelihnya dan memakanya,maka dalam kondisi
darurat ( bahaya ) ini ada dan terjadi tanpa ada hubungannya dan bukan
karena hak orang lain, maka sang pemilik
onta boleh menuntut ganti rugi dari onta
yang dimakan orang tersebut, maka para
ulama mengambil kaidah dari hal ini :
: الاضطرار لا يبطل حق الغير ( al idhirar laa yubtilu haqol ghoiri ) kondisi bahaya tidak menhalalkan (
membatalkan ) hak orang lain , dengan
catatan kondisi darurat ( bahaya ) tersebut timbul bukan disebabkan hak miliknya. Contoh lainnya yang lebih
terperinci : para penumpang dalam kapal, membuang sebagian barang milik
penumpang lain kelautan ,karena bisa menyebakan bahaya jika tidak membuangnya,
masalahnya apakah orang yang membuang barang tersebut harus menganti barang
tersebut apa tidak ? maka kita lihat sebabnya
: jika dia membuangnya karean
kelalain sang pemilik barang, misalnya orang tersebut tinggal dibawah barang
tersebut di letakkan , dan sebagian barang tersebut sering menjatuhinya, dan
bisa membahayakannya, terus dia membuangnya kelautan barang tersebut, maka
bahaya tersebut timbul karena kelalaian sang pemilik barang maka , tidak wajib
baginya menganti barang tersebut , namun jika kondisi bahaya tersebut bukan
ditimbulkan dari hak ( barang ) oranga lain , misal kapal tersebut kelebihan barang
dan muatan , dan bisa menyebabkab kapal tersebut tengelam sehingga pemilik /
kapten kapal mengatakan : kita harus membuang sebagain barang kelaut, dan
diambillah sebagian barang tersebut dan dibuang kelaut, maka apakah ada garansi
( ganti rugi ) barang tersebut, kita katakan : iya ada garansi, karena bahaya
tersebut tidak ditimbulkan dari barang itu sendiri atau kelalaian pemilik
barang namun timbul karena kelalaian
semua orang dalam kapal, sehingga di katakan kepad semua yang ada di kapal :
beri ganti rugi barang tersebut , dan di
bagi rata setip penumpang hingga terkumpul seharga barang tersebut, tergantung
jumlah dan harganya.
هذا شيء مما يتعلق بهذه القاعدة. نسأل الله - عز وجل - أن يوفقنا وإياكم لطاعته، وأن يجعلنا وإياكم من أهل عبادته، وأن يرزقنا وإياكم العلم النافع، والفهم الصائب، والعمل المتقبل، وأن يغفر الله لنا ولكم، ولوالدينا ولجميع المسلمين، وأن يوفق علماء المسلمين لبيان الشريعة، وأن يوفق حكامهم للحكم بهذه الشريعة، والله أعلم، وصلى الله على نبينا محمد .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar