KAIDAH KE ENAM
وليس واجب بلا اقتدار ولا مُحَرَّم مع اضطرار
WALAISA WAJIBUN BILAA IQTIDARIN WALAA
MUHAROMUN MA'AADH DHOROR.
ARTINYA: Tidak menjadi
kewajiban jika tidak mampu mengerjakan dan tidak ada keharaman dalam
keadaan darurat ( bahaya )
يتضمن هذا البيت قاعدتين:
القاعدة الأولى: أن الواجبات تسقط مع عدم القدرة، والمراد بالقدرة: الاستطاعة
والمراد بالقاعدة: أن من لم يكن قادرا على فعل من الأفعال سقط عنه وجوبه، دليل ذلك قول الله - عز وجل - { فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ } (- سورة التغابن آية : 16) وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " إذا أمرتكم بشيء فأتوا منه ما استطعتم " .
وأنواع القدرة تختلف باختلاف الواجب، فالواجبات منها بدنية: فعدم القدرة يكون بعدم جزء البدن المتعلق بذلك الواجب ، مثل: غسل اليد، قد تُقْطَع اليد، فحينئذ لا يتمكن من غسل اليد، وقد يكون بعدم قدرة ذلك الجزء على العمل، مثل المُقْعَد الذي لا يستطيع القيام.
القاعدة الأولى: أن الواجبات تسقط مع عدم القدرة، والمراد بالقدرة: الاستطاعة
والمراد بالقاعدة: أن من لم يكن قادرا على فعل من الأفعال سقط عنه وجوبه، دليل ذلك قول الله - عز وجل - { فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ } (- سورة التغابن آية : 16) وقول النبي - صلى الله عليه وسلم - " إذا أمرتكم بشيء فأتوا منه ما استطعتم " .
وأنواع القدرة تختلف باختلاف الواجب، فالواجبات منها بدنية: فعدم القدرة يكون بعدم جزء البدن المتعلق بذلك الواجب ، مثل: غسل اليد، قد تُقْطَع اليد، فحينئذ لا يتمكن من غسل اليد، وقد يكون بعدم قدرة ذلك الجزء على العمل، مثل المُقْعَد الذي لا يستطيع القيام.
Qaidah pertama : annal waajibaat tasquru ma'a 'adamil
qudroh, artinya : sesunggunya suatu kewajban menjadi gugur jika tidak ada
kemampuan untuk menjalanknnya, sedang maksud al qudrah adalah kemampuan.
Jadi maksud dari qaidah ini adalah : barang siapa yang
tidak ada kemampuan baginya untuk menjalankan danmelaksanakan salah satu amalan
wajib dari kewajiban agama maka gugurlah hukum wajib tersebut.
dalilnya adalah firman
ALLAH SWT :
{ فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ } (- سورة التغابن
آية : 16)
Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ( at taqobun: 16 )
Juga hadist rasulullah SAW
"
و ما
امرتكم به فأتوا منه مااستطعتم ( متفق عليه )
Jika aku perintahkan dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian. ( HR
bukhari no :7288 & muslim no : 1337 )
Adapun macam-macam al qudrah ( kemampuan) disini berbeda-beda tergantung
jenis dari kewajiban tersebut, diantara hal yang wajib kadang berhubungan
dengan 1.badan, yaitu tidak ada
kemampuan ( 'adamul qudrah ) berhubungan dengan angota badan yang berhubungan
dengan kewajiban tersebut, contoh : mencuci tangan tatkala berwudhu padahal
orang tersebut tidak memiliki tangan ( putus tangannya), maka dalam keadaan
seperti itu orang tersebut tidak ada kemampuan untuk mencuci tangan, maka
gugurlah kewajiban mencuci tangan baginya
ke dua : kadang tidak ada kemampuan juga berhubungan dengan perbuatan ( fiil )
ibadah, misal : orang yang lumpuh / duduk di kursi roda maka tidak ada
kemampuan baginya untuk berdiri ( dalam sholat ataupun ibadah lainnya: misal
thowah, sa'ii dsb ) maka gugurlah kewajiban berdiri baginya.
والواجبات المالية قد يعجز عنها لعدم وجود المال أو لعدم
القدرة على التصرف فيه، مثل: من لم يجد الزاد والراحلة في الحج سقط عنه وجوب الحج،
وهناك واجبات قولية تسقط عن الأبكم الذي
لا يستطيع الكلام، وهذه الواجبات على نوعين:
منها ما له بدل فإذا عجز عن الأصل سير إلى البدل، مثل: الوضوء والتيمم، ومنها ما إذا سقط لا يكون له بدل، مثل: وجوب الحج إذا سقط عن غير المستطيع.
منها ما له بدل فإذا عجز عن الأصل سير إلى البدل، مثل: الوضوء والتيمم، ومنها ما إذا سقط لا يكون له بدل، مثل: وجوب الحج إذا سقط عن غير المستطيع.
Dan kewajiban yang berhubungan dengan harta ( wajibaatul
maaliyyah ) kadang gugur darinya karena tidak memiliki kemampuan untuk
mengunakan harta yang cukup, misal : tidak memiliki perbekalan dan biaya untuk
bepergian ibadah hajji maka gugurlah kewajiban hajji.
Dan ada juga kewajiban yang berhubungan dengan
ucapan/perkataan, ( wajibaatul qauliyyah ) misal : bacaan dalam sholat, maka gugurlah kewajiban itu dari orang yang
bisu yang tidak bisa berbicara.
Dan kewajiban ini terbagi menjadi 2 macam :
1.
kewajiban yang
ada ganti dari kewajiabn tersebut jika tidak ada kemampuan untuk mengerjakannya dengan angota badan
misal : wudhu gantinya adalah : tayamum, orang tua yang tidak mampu berpuasa :
gantinya memberi makan tiap hari satu orang faqir miskin, dsb
2.
kewajiban yang tidak ada ganti dari kewajiabn
tersebut jika tidak ada kemampuan untuk melaksanakannya, misal : kewajiban haji
gugur dari orang yang tidak ada kemampuan untuk melaksanakanya, atau jihad (
berperang melawan orang kafir ) gugur dari orang yang tidak ada kemampuan untuk
menegakkannya misal bagi orang yang sakit parah, tua renta, lumpuh, buta dsb.
وإذا تقرر ذلك، هل العجز عن بعض الواجب يسقطه؟
هذه قاعدة مهمة: هل العجز عن بعض الواجب يسقطه؟ هذا يختلف باختلاف بعض الواجبات فإن الواجبات على نوعين:
Jika kita sudah mengetahui hal diatas , sekarang ada
pertanyaan apakah lemah ( tidak mampu ) mengerjakan bagian dari suatu kewajiban
meyebabkan gugurnya keajiban tersebut ? qaidah ini yang penting dan perlu di
garis bawahi :APAKAH LEMAH UNTUK MENGERJAKAN BAGAIN DARI SUATU KEWAJIBAN
MENGGUGURKAN KEWAJIBAN TERSEBUT ? . Ini berbeda dengan jenis & macamnya kewajiban, karena hal yang wajib itu ada dua
,macam :
النوع الأول: واجبات لا تتبَعَّض وإنما هي جزء واحد، فإذا
عجز العبد عن بعضه سقط الجميع، ومثال ذلك: صاع الفطرة إذا عجز الإنسان عن بعضه سقط
الجميع، وهذا يعبر عنه الفقهاء بقولهم: ما لا يتبعَّض فاختيار بعضه كاختيار كله،
أو قالوا: فسقوط بعضه كسقوط كله.
Yang pertama : ibadah wajib yang tidak bisa dipotong (
dibagi-bagi ) karena ibadah tersebut satu bagian yang sempurna, maka jika
seorang hamba tidak mampu untuk mengerjakannya sebgaiannya maka gugurlah
kewajiban tersebut. misalnya : batasan zakat fitrah adalah satu sha' (ukuran
sekarang kira-kira 2,176 kg
Dan kita bisa menggunakan tangan untuk menjadi takaran dengan cara kita penuhi
kedua telapak tangan sebanyak empat kali. Karena satu mud sama dengan genggaman
dua telapak tangan orang dewasa dan satu sha' sama dengan empat mud pent.
) jika dia tidak memiliki satu sha' maka
gugurlah kewajiban tersebut. Dan para ulama mengatakan tentang qaidah ini : maa
laa yataba'adu fakhtiaru ba'dhohu ka ikhtiyaru kuluhu artinya : apa saja dari
ibadah yang tidak bisa di bag- & di
potong sebagian maka memilih bagainnya merupakan pilihan semuanya. Atau mereka
berkata : fasaqothu ba'dhuhu ka saqothu kuluhu artinya jika gugur sebagian saja
maka gugur semuanya.
والنوع الثاني: واجبات تتبعَّض وليس بعضها مرتبطا بالآخر، فحينئذ إذا عجز عن البعض لم يسقط الباقي، مثل ستر العورة في الصلاة إذا عجزنا عن ستر بعض العورة وجب علينا ستر الباقي، ويعبر عنه الفقهاء بقولهم: الميسور لا يسقط بالمعسور.
Jenis kewajiban yang kedua : ibadah wajib yang bisa di
bagi-bagi ( di potong sebagian dalam artian : boleh mengerjakan sebgaian dan
boleh meningalkan sebagian jika tidak mampu melaksanakannya secara sempurna)
dan bagian satu tidak berkaitan dengan bagain yang lain maka jika tidak mampu untuk
melaksanakanya sebagian tersebut maka tidak gugur sebagian kewajiban tersebut,
misal : menutup seluruh aurat waktu sholat,
maka jika kita tidak mampu menutup semua aurat dan terbuka sebagain, maka kita wajib menutup aurat yang
kita mampu untuk menutupinya, dan para ulama mengungkapkan qaidah ini dengan :
al maisuuru laa yasqutu bil ma'suuru artinya : hal yang mudah tidak membatalkan
hal yang sulit secara mutlaq.
وهناك واجبات تتردد بين الأمرين: هل هي وحدة واحدة أو هي أجزاء تتبعَّض فيقع الخلاف بين الفقهاء، مثال ذلك: الوضوء إذا عجز الإنسان عن غسل جميع أعضائه في الوضوء، وتمكن من غسل بعض الأعضاء، فهل يجب غسل البعض المقدور عليه؟ يقول: هل الوضوء يتبعَّض أو لا يتبعض؟ إن كان الوضوء يتبعض فإنه حينئذ يجب غسل ما يستطاع منه، وإن كان لا يتبعض فإنه لا يجب الغسل.
Dan disana ada ibadah wajib yang terkandung didalamnya
dua hal diatas : apakah dia satu bagian yang utuh atau dia itu bisa dibagi-bagi
, di sini ada perselisihan diantara fuqoha' : contohnya : wudhu' , jika
seseorang tidak mampu mencuci semua angota badan yang wajib di basuh, dan hanya
mampu mencuci sebagian saja, apakan wajiba baginya uintuk mencuci amgota wudhu
yang tersisa ? para fuqoha' berkata : apaka wudhu bisa dibagi & di potong
sebebagain atau satu kwajiban yang utuh yang tidak bisa di bagi-bagi ? maka
jika wudhu' merupakan ibadah yang bisa dibagi & di potong maka wajib
bagianya mencuci angota badan yang dia mampu untuk mencucinya, dan meningalkan
yang lain, namun jika tidk bisa di bagi maka tidak wajib baginya untuk mencuci
dan mengantinya wudhu dengan tayamum. Wallahu a'lam.
القاعدة الثانية: لا مُحَرَّم مع اضطرار، يعبر عنه كثير من
الفقهاء بقولهم: الضرورات تبيح المحظورات، والمراد بالضرورة ما يلحق العبد ضرر
بتركه بحيث لا يقوم غيره مقامه، هذا المراد بالضرورة على الصحيح
Kaidah kedua yang terkandung dalam bait kaidah ke enam
adalah :
Laa muharromun ma'a ithdoror, artinya : tidak ada
keharaman jika bersaman dengan darurat ( bahaya ) dan banyak dikalangan para fuqoha mengatakan
dengan teks lainya : al dhororu tubihul mahdhuuroh " keadaan darurat
menhalalkan hal yang haram " dan yang dimaskud ad dhoruruh disini adalah :
apa-apa yang menyebabkan bahaya bagi hamba jika di tingalkan, dimana tidak
ada lainnya yang menempati sebagai penganti , inilah yang dimaksud ad
dhoruroh yang benar .
بخلاف الحاجة فإن الحاجة هي ما يلحق المكلَّف ضرر بتركه،
لكنه قد يقوم غيره مقامه .
مثال الضرورة: إذا كان الإنسان مضطرا ولم يجد إلا الميتة، فهنا لو ترك الميتة لحقه ضرر ولا يقوم غيره مقامه، ما يجد إلا الميتة فهذا ضرورة ز ليس مطلقا و لكن مقيدة بقدرها
مثال الضرورة: إذا كان الإنسان مضطرا ولم يجد إلا الميتة، فهنا لو ترك الميتة لحقه ضرر ولا يقوم غيره مقامه، ما يجد إلا الميتة فهذا ضرورة ز ليس مطلقا و لكن مقيدة بقدرها
Berbeda dengan makna al haajah ( kebutuhan /keperluan )
maka hajah / kebutuhan maknanya : apa saja yang bisa menyebabkan bahaya bagi
seseorang jika meninggalkannya, akan tetapi ada yang lainnya yang bisa
meenempatinya sebagai penganti.
Misal dhoruroh : jika seseorang dalam keadaanya sangat
genting dan lapar sekali dan tidak mendapati hal yang halal untuk dimakan
kecuali bangkai padahal bangkai haram , jika dia meninggalkan bangkai tersebut
untuk tidak dimakan maka orang tersebut akan mendapatkan bahaya, dan tidak ada
lagi selain bangkai sebagai pengantinya ( namaun jika ada makanan yang halal
yang bisa dia capai & dapatkan maka
dia harus mencari yang halal itu ) , maka dia mendapati bangaki tersebut
sebagai dhoruroh, dan ini tidak mutlaq semuanya halal, namun ada muqoyyadnya
yaitu : sesui kadar nya saja (tidak boleh berlebih lebihan, akan datang
penjelasnya insya allah )
ودليل القاعدة –قاعدة المحظورات تباح بالضرورات-: عدد من
النصوص الشرعية، منها قوله +جل وعلا: { فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ
فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ } (سورة البقرة آية : 173)
Adapun dalil dari qaidah ini (al makdhuroot tubahun bil
doruroot / hal yang haram menjadi mubah jika dalam kondisi kritis, bahaya)
adalah beberapa ayat diantaranya :
Barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya ( al baqorah : 173 )
وقوله سبحانه: { وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ
عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ } (سورة الأنعام آية : 119)
Dan firmanya: Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada
kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu membutuhkanya
( al an'am :119 )
فالأولى -الآية
الأولى- قد يقال: بأنها خاصة بالمطعمات. لكن الثانية ظاهرها عام { وَقَدْ فَصَّلَ
لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ } (سورة الأنعام
آية : 119) ومن أمثلة القاعدة، أكل لحم الميتة للمضطر.
Di ayat yang pertama hanya
khusus berhubungan dengan masalah makanan, akan tetapi dalam ayat kedua ini
thohirnya berupa umum Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu membutuhkanya ( al an'am
:119 ) sedang misal dari qaidah ini adalah : memakan bangkai yang asalnya haram
di halalkan jika dalam keadaan bahaya ( lapar sekali dan ngak ada penganti
selain bangkai tersebut )
وللقاعدة شروط: لا بد أن نلاحظها، وهذه الشروط مهمة؛ لأن بعض الناس يريد التخفف من أحكام الشريعة بهذه القاعدة، ولا يلاحظ شروطها.
Namun dalam qaidah ini ada syarat yang harus kita perhatikan , dimana
syarat ini sangat penting sekali karena sebagain manusia mengiginkan keringanan
dari hukum syari'at dengan alasan qaidah ini dan tidak memperhatikan
syarat-syaratnya
فمن شروط هذه القاعدة: أن تكون الضرورة تندفع بفعل المحظور. فإن لم تندفع، لم يجز فعل المحظور. ومثلوا له بالظمآن الذي لا يجد إلا ماء خمر، الذي لا يجد إلا الخمر، فهذا لا يجوز له تناول الخمر؛ لأن الخمر لا يبعد الظمأ، وإنما يزيد الإنسان ظمأً إلى ظمئه. فالمحظور هنا زاد الضرورة، ولم يدفعها .
Termasuk syarat dari qaidah ini adalah :
Syrarat pertama: hendaknya kondisi
genting, gawat & bahaya tersebut
bisa hilang dengan mengerjakan hal yang haram tersebut , jika tidak bisa hilang
keadaan genting tersebut maka tidak boleh mengerjakan hal yang haram tersebut,
ahlul fiqh memberikan misal : orang yang sangat kehausan dan tidak mendapati
air kecuali khomer ( minuman keras ) maka ini tidak boleh diambil untuk di
minum karena khamer ( minuman keras ) tidak menhilangkan dahaga dan haus ,
bahkan akan membuat orang tersebut semakin kehausan dansemakin dahaga , maka
hal yang haram disini malah justru menambah bahaya dan tidak bisa menhilangkan
bahaya tersebut .
الشرط الثاني: ألا يوجد طريق آخر تندفع به الضرورة. إن وجد، لم يجز -حينئذ- فعل المحظور. مثال ذلك: طبيبة مسلمة، وطبيب رجل، وعندنا امرأة مريضة، يمكن دفع الضرورة بكشف المرأة الطبيبة.
Syarat kedua : tidak ada jalan lain untuk menghilangakn kondisi gawat dan
bahaya tersebut , namun jika ada jalan lain maka tidka boleh mengerjakan hal
yang haram tersebut, misalnya : ada dokter laki laki dan dokter perempaun ,
sedang pasiennya adalah pasien perempuan maka kita mengunakan dokter perempuan
untuk memeriksa tubuh pasen perempuan yang sakit tersebut, dan kita tidak boleh
memilih dokter laki-laki untuk memeriksa pasien perempuan dikarenakan adanya
dokter wanita yang siap.
ومن شروط هذه القاعدة: أن يكون المحظور أقل من الضرورة. فإن كانت الضرورة أعظم، لم يجز. مثال ذلك: إذا اضطر إلى قتل غيره لبقاء نفسه، كما في مسألة الإكراه السابقة، فهنا الضرورة أقل من المحظور. المحظور هو قتل الغير، والضرورة هو أنه سيُقتل الإنسان، بعد تهديده بالقتل. قيل له: أقتل غيرك، وإلا قتلناك.
Dan juga termasuk syarat dari qaidah ini adalah : hendaknya hal yang haram
tersebut lebih sedikit dari dhorurah ( bahaya ) maka jika dhorurohnya (
bahayanya) lebih besar maka tidak boleh, misalnya : jika bahayanya adalah
menghilangkan nyawa orang lain agar dirinya selamat sebagaimana dalam misal paksaan ( dalam qaidah ke empat ) disini dhorurah
lebih sedikit dibanding hal yang diharamkan yaitu membunuh orang lain sedang
dhorurohnya ( bahayanya ) ancaman manusia kepada dirinya akan dibunuh, dengan
ucapan mereka : bunuh orang lain jika tidak maka kami akan membunuhmu, maka ini
tidak boleh dituruti.
ويلاحظ أنه إذا زالت الضرورة، زال حكم استباحة المحظور. ولا
يجوز للإنسان أن يتوسع في المحظور، بمقدار لا تندفع به الضرورة. وهذا سيعبر عنه
المؤلف في القاعدة الآتية، وإذا زالت الضرورة لم يجز فعل المحظور؛ ولذلك من شاهد
الماء بطل تيممه. وعبروا عنه بقولهم: ما جاز لعذر بطل بزواله. نعم.
Dan perlu diperhatikan : jika hilang bahaya tersebut (
setelah melakukan hal yang dilarang) maka hilang lah hukum halal untuk
melakukan hal yang dilarang tersebut, ( artinya tidak boleh menambah lebih
banyak hal yang di haramkan) dan tidak boleh bagi manusia untuk menambah lebih
banyak dalam melakukan hal yang dilarang tersebut, hanya sekedar hal yang
bahaya tersebut bisa hilang. Dan ini akan di jelaskan oleh mualaif ( as syeikh
as sa;di ) dalam qaidah berikutnya,dan jika hilang bahaya ( dhoruroh )nya maka tidak boleh melakukan hal
yang di larang , untuk itu jika melihat air maka tayamumnya menjadi batal , dan
ulama' mengatakan : ma jaala li 'udrin bathola bizawalihi artinya: apa saja
yang bisa menghilangkan udhur maka batallah dhorurah tersebut.
wallohu alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar