Rabu, 04 Juli 2012

Ayo Belajar Mudah Dan Cepat Ushul Fiqih (part 14)


KAIDAH KE TIGA BELAS  

الوسائل تعطى أحكام المقاصد
( al wasailu tu'thii ahkamul maqosid )
Artinya :  semua sarana suatu perbuatan hukumnya sama dengan tujuannya ( perbuatan trersebut ).
Dalam kitab mandhumah qowaidul fiqhiyyah karya as syeikh abdur rahman as sa'diy dikatakan :
وسائل الأمور كالمقاصد واحكم بهذا الحكم للزوائد

Wasaa ilul umuri kal maqoosidi  wahkum bihaadhal hukmi lizzawaid

Semua sarana untuk melakukan suatu perbuatan hukumnya sama dengan tujuan perbuatan itu maka hukumilah dengan hukum tersebut  sebagai penyempurna.
Adapun kaidah yang terkenal dikalangan fuqoha'  adalah :

 للوسائل حكم المقاصد  ( lilwasaaili hukmul maqoosidi ) hukum sarana suatu pebuatan sama dengan hukum perbuatannya,  sebagain ulaam yag lain menjelaskan : الأمر بالشيء يشمل ما يتم به ذالك الشيء   ( al amru bis syai yasmulu maa yatimu bihi dhalikas syai) artinya : suatu perbuatan ( perkara) hukumnya mencakup semua sarana yang menyempurnakan perbuatan ( perkara ) tersebut. ( lihat kitab syarah mandhumah qowaidul fiqhiyyah li syeikh abdur rahman as sa'diy  karya as syeikh ubaid al jaabirii ) 


يراد بوسائل الأمور: الطرق المفضية إلى المقاصد. هذا هو المراد بالوسائل، والمقاصد: هي الغايات والأمور المرادة والمطلوبة. والزوائد: هي الأمور المتممة للفعل.
والوسائل إن كان لها حكم مستقل في الشريعة، بالوجوب أو بالتحريم، فإنها تأخذ حكمها الأصلي في الشريعة.

Yang dimaksud wasail adalah jamak dari kata wasiilah artinya : sarana atau jalan yang bisa menyampaikan kepada  tujuan perbuatan tersebut, adapun makna al maqosid adalah : tujuan perbuatan yang dimaksud. Sedang makna az zawaaid adalah : semua hal yang menyempurnakan perkara tersebut ( hanya sekedar pelengkap, atau tambahan seperti: dzikir setelah sholat, doa setelah berwudhu dsb  ).

مثال ذلك: وسيلة أن يتوسل الإنسان لوطء الأجنبية بعقد النكاح، فهذا فيه دليل من الشارع يدل على جوازه وحله.

Contoh dari kaidah ini adalah : sarana yang bisa mewujudkan sesorang untuk bisa menjima' perempaun yaitu : ikatan pernikahan, maka nikah merupakan sarana untuk menghalalkan jima' dengan perempaun lain, maka menikah hukumnya wajib.
Contoh lain : berjalan menuju masjid untuk menegakkan sholat berjama'ah, maka berjalan merupakan sarana untuk melakukan suatu kewajiban sholat berjamaah.
 أما إذا لم يرد دليل يخص تلك الوسيلة، فإن الوسائل على ثلاثة أنواع:
وسائل مفضية إلى المقصود قطعا. فهذه تأخذ حكم المقصود، ويعبر عنها أهل الأصول بقولهم: "ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب". مثل: أن غَسل القدم لا يتم استيعابه إلا بغسل جزء من الساق، فيكون غسل ذلك الجزء واجبا.ويعبرون عنه أيضا بقولهم: "ما لا يتم اجتناب الحرام إلا باجتنابه فهو حرام". إذا لم يمكن اجتناب المحرم إلا باجتناب أمر آخر، كان الآخر حراما. مثال: ذلك: إذا اختلطت الأخت بأجنبية، فإن الأجنبية تحرم. لماذا؟ لأنه لا يحل وطء ولا العقد على الأخت، ولا يتم اجتناب هذا الحرام إلا باجتناب الأجنبية، التي اشتبهت بها .
Adapun jika tidak ada dalil yang mengkhususkan wasilah / sarana tersebut, maka wasilah terbagi menjadi 3 macam :
1/ wasilah yang pasti yang bisa menyampaikan kepada tujuan perbuatan tersebut, maka wasilah ini dihukumi sesui dengan perbuatannya, dan para ahlul usul mengungkapkan jika berhubungan dengan hal-hal yang wajib dengan qaidah : "ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب". ( maa laa yatimul wajibu illa bihi fahuwa waajibun) : tidak semprnalah suatu kewajiban kecuali dengannya maka mengunakanya menjadi wajib.
Misalnya : mencuci kaki tatkala berwudhu, dan tidaklah sempurna mencuci kaki kecuali harus mencuci sebagian betis ( kaki bagian bawah diatas mata kaki) maka mencuci sebagian betis adalah wajib, atau misal berjalan menuju masjid untuk menegakkan sholat wajib berjama'ah diatas.
Dan ahlul usul mengungkapkan juga jika berhubungan dengan hal yang  haram :
 : "ما لا يتم اجتناب الحرام إلا باجتنابه فهو حرام" ( maa laa yatimu ijtinaabul harami illa bij tinaabihi fahuwa haramun ) , tidaklah sempurna dalam menjauhi hal yang haram kecuali dengan nya maka hal itu menjadi haram )  maknanya : jika tidak bisa menjauhi sesutau yang haram kecuali harus menjauhi sarananya maka sarana itu menjadi haram.
Misalnya : jika seorang perempuan bercampur baur dengan laki-laki asing ( bukan muhrimnya ) ,sedang lelaki itu adalah haram baginya, karena tidak ada ikatan pernikahan dan tidak boleh menyentuhnya ( jima' ) dan tidak ada ikatan persaudaraan, maka tidaklah sempurna menjauhi lelaki asing yang haram baginya itu kecauli dengan menjauhi ikthilat ( bercampur baur ) maka ikthilat itu menjadi haram.
النوع الثاني من الوسائل: وسائل تفضي إلى المقصود نادرا. فهذه لا تأخذ حكم المقصود. والنادر -في الغالب- لا تلتفت إليه الشريعة، ومثال ذلك: لو قال قائل: نمنع زراعة العنب؛ لئلا يتخذ منه الخمر. فقيل: هذه وسيلة تفضي إلى هذا المحرم نادرا، فحينئذ لا يلتفت إلى كونها وسيلة إليه، ولا يحكم على الوسيلة بالحكم المقصود هنا؛ لندرة اتخاذ هذا الأمر وسيلة إلى هذا المقصود.

2/ wasilah atau sarana yang digunakan dalam masalah yang sangat jarang,(  tidak umum ) , maka sarana ini tidak dihukumi seperti tujuan perbuatan tersebut, maksudnya jarang ( nadir ) adalah tidak umum dibahas dalam syari'at.
 misalnya : jika ada yang berkata : janganlah kamu menanam angur, supaya buahnya tidak dijadikan minuman keras, maka kita jawab : sarana ini ( menanam angur ) merupakan sarana yang di gunakan dalam masalah yang jarang dilakukan, maka tidak dihukumi  sesui dengan perbuatannya menjadikannya sebagai  minuman keras, ( karena umunya angur untuk dimakan, walupun ada yang menjadikanya minuman keras namun tidak menjadi suatu hal umum.
  والنوع الثالث من أنواع الوسائل: وسائل مفضية إلى المقصود غالبا. فهذه اختلف الفقهاء فيها. ومثال هذه المسألة: بيع العنب إلى مصانع الخمور، ومثلها أيضا بيع السلاح في وقت الفتنة، وقت الحرب بين المسلمين بعضهم بعضا . فذهب الظاهرية، وبعض الشافعية، وبعض الحنفية، إلى أنه لا تسد الذرائع حينئذ، ولا يحكم عليها بالتحريم، ولا مانع من بيع العنب في هذه الحالة. واستدلوا على ذلك: بأن الأصل في هذه الأفعال الجواز والحل، والله - عز وجل - يقول: { فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ } (سورة النساء آية : 59) وقال: { وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ } (سورة الشورى آية : 10)
3/ wasilah /sarana yang digunakan untuk suatu tujuan perkara yang agak samar, dan  para fuqoha berselisih pendapat dalam masalah ini misalnya: menjual angur ke pabrik pembuatan minuman keras, atau menjual senjata di saat terjadi fitnah, atau menjual senjata tatkala terjadi peperangan dikalangan intern kaum muslimin, kalangan dhohiriyyah, sebagian syafii'yah dan hanafiyyah berpendapat: tidak terlarang di saat itu, dan tidak dihukumi dengan keharamannya, dan tidak apa-apa menjual kurma ke pabrik pembuat minuman keras, dan mereka berdalil dengan kaidah : asalnya perbuatan ini ( jual-beli ) adalah boleh dan halal, dengan dalil: Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), ( QS an nisa':59) dan juga firmannya :  Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah ( QS as syuro:10)

والقول الثاني في المسألة: بأنه يحكم على هذه المسائل بحكم مقاصدها، ويحكم على الوسائل -المفضية إلى الفساد غالبا- بالتحريم، ودليل ذلك: أن الله - عز وجل - قد سد الذرائع المفضية إلى الفساد غالبا في كثير من مواطن الشريعة، ومن ذلك قوله - عز وجل - { وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ } (سورة الأنعام آية : 108) فمنع من سب آلهة المشركين؛ لأنه يفضي إلى سب الله، وسب الله محرم، فما أفضى إلى المحرم يكون محرما . واستدلوا ثانيا: بأن في سد الذرائع زيادة تمسك بالنصوص الشرعية. فنحن عندما نمنع من الشيء، ونمنع من طرقه، نكون قد تمسكنا زيادة تمسك بالنصوص الشرعية. وهذا مذهب الجمهور، وهو أقوى وأولى .

Pendapat yang kedua dalam masalah ini : bahwasanya sarana tersebut dalam masalah seperti ini dihukumi dengan maksud dan tujuan dari perbuatannya, dan wasilah / saran tersebut dihukumi dengan hal yang merusak pada umumnya, yaitu dengan hukum haram, adapun dalilnya : bahwasanya Allah SWT telah memperingatkan dan melarang semua hal dan sarana yang digunakan dalam perkara yang merusak dan hal ini banyak sekali disebutkan dalam syari'at diantaranya firmanAllah SWT :

 وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ } (سورة الأنعام آية : 108)
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan ( QS: al an'am : 108 )

Dalam ayat ini allah melarang kita untuk mencaci maki sembahan  orang-orang musrik, karena bisa menyebabkan mereka akan mencaci maki Allah , sedangkan mencaci maki Allah adalah hal yang haram, maka segala sarana yang digunakan untuk suatau yang haram hukumnya juga haram.
Adapun dalil yang kedua : bahwasanya kita berhati-hati dan memperingatkan segala sarana yang bisa di gunakan dalam perkara yang haram menunjukkan kesungguhan  dalam memegangi dan mengamalkan nash al qur'an dan syari'at islam pada umumnya, disaat kita melarang dari suatu hal yang haram, maka kita juga harus melarang semua jalan dan sarana yang digunakan dalam hal yang haram, dan ini menunjukkan bahwasanya hal tersebut lebih berpegang teguh dengan dalil dan nash syar'iiyah, da inilah madhab jumhur dan pendapat ini lebih kuat dan lebih rajih dari pada pendapat yang pertama.  

وأما بالنسبة للزوائد، والأمور المتممة، فإنها -في أصل الثواب والعقاب- تأخذ حكم ما هي متممة له. فالراجع من المسجد إلى البيت يكون مُثابا على هذا الفعل.  ولكن في التحريم، هل الأمور المتممة للمحرم تأخذ حكمه؟ نقول: هذه على نوعي
النوع الأول: أمور متممة للمحرم من جنسه، فتأخذ حكمه في أصل التحريم، وفي التأثيم.
والنوع الثاني: متممات للتخلص من الحرام، فهذه لا تأخذ حكمه.
مثال ذلك: المُحْرِم إذا تذكر أن على بدنه مخيطا، فإنه ينزع المخيط، هذا النزع للتخلص من المحرَّم.

Adapun masalah tambahan ( az zawa'id )   dan  hal-hal penyempurna, maka hukum asalnya bisa mendapatkan pahala ataupun dosa misalnya: pulang dari masjid setelah menjalankan sholat ( perbuatan utamanya sholat penyempurnannya pulang dari masjid pent.)  , maka hal ini mendapatkan pahala.
Adapun dalam perkara yang haram, apakah perkara tambahan dan penyempurna saja di hukumi haram ? dalam hal ini ada dua jenis:
Pertama: perkara yang menyempurnakan hal yang diharamkan tersebut maka hal ini di hukumi haram sesui hukum asal perbuatan haram.
Kedua: perkara penyempurna digunanakan untuk bisa lepas dari hal yang diharamkan, maka ini tidak dihukumi haram.
Misalnya: orang yang berihram, kemudian ingat kalau di badannya ada satu pakaian yang berjahit, kemudian dia melepaskan pakain tersebut, maka hal ini ( melapaskan kain yang berjahit ) merupakan perkara untuk bisa lepas dari hal yang di haramkan ( memakai pakaian yang berjahit disaat ihram dilarang).
Kesimpulan dari kaidah ini adalah :
وسيلة الواجب واجبة و وسيلة المندوب مندوبة و وسيلة المحروة محرمة
Sarana untuk melakukan suatu kewajiban maka hukumnya wajib, sarana yang digunakan untuk melakukan perkara sunnah maka hukumnya menjadi sunnah, dan sarana yang digunakan untuk hal yang haram maka hukumnya haram.
Misalnya :
Hal yang wajib :
Sholat berjamaah ( contoh diatas) bagi kaum laki-laki adalah wajib, maka berjalan menuju msajid menjadi wajib, mau melakukan sholat wajib sarana untuk bisa melakukan sholat adalah berwudhu maka berwudhu hukumnya wajib, misal lain: jihad fisabilillah yang hukumnya bisa fardlu ain/fardli kifayah, sarana untuk berjihad adalah memiliki senjata, perbekalan, latihan  dsb, maka senjata dan bekal menjadi wajib dimiliki.
Dalam perkara sunnah :
Memakai minyak wanggi sebelum sholat, ataupun sholat jum'at, sarannya adalah memiliki / membeli minyak wangi , maka membeli minyak wangi dengan tujuan dipakai waktu sholat adalah sunnah hukumnya. Dsb.
Dalam perkara yang haram :
Berbuat syirik kepada Allah adalah haram, maka sarana berbuat syirik seperti memegang-megang kuburan dengan tujuan mencari barokah, adalah haram, karena membawa pelakunya untuk berbuat syirik, atau membeli menyan / bunga tujuh rupa, dengan tujuan dibawa kedukun sebagai pelengkap ritual kesyrikan , maka membeli menyan menjadi haram hukumnya. Wallahu 'alam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar